Wednesday, March 28, 2012
Titik Ubah seorang Petrus
Simon Petrus memilih untuk meninggalkan kehidupan duniawi menuju kontlempasi akibat sebuah pengalaman yang tampaknya datang kepadanya secara tiba-tiba. Pada mulanya dia tidak tahu tentang apa yang terjadi, tetapi lambat laun dia menyadari bahwa dirinya tengah diubah, dan seakan-akan, terserap kedalam cahaya yang adalah Tuhan itu sendiri. Ini bukanlah cahaya yang biasa kita kenal, tentu saja; karena ia berada diluar “bentuk, citra, atau represantasi dan hanya bisa dialami secara intuitif melalui do’a.” Namun ini bukan pengalaman bagi elit tertentu atau para rahib saja; sebab kerajaan yang dikumandangkan Kristus didalam Injil merupakan kesatuan dengan Tuhan yang bisa dialami setiap orang disini dan pada saat ini, tanpa harus menunggu sampai datangnya kehidupan yang akan datang. Dan seorang kristen sejati adalah orang yang memiliki pengalaman sadar tentang Tuhan yang mengungkapkan dalam kemanusiaan Kristus yang telah diubah. Ikuti kisah berikut:
Pada suatu saat, Yesus berdiri di pantai Danau Genesaret. Banyak orang berdesak-desakan untuk mendengar berita dari Allah. Yesus melihat dua perahu di pantai itu; nelayan-nelayannya sudah turun dari perahu-perahu itu dan sedang mencuci jala mereka. Yesus naik ke salah satu perahu, yaitu perahu Simon Petrus, lalu menyuruh Simon mendorong perahunya itu sedikit jauh dari pantai. Yesus duduk di dalam perahu itu dan mengajar orang banyak. Setelah selesai mengajar, Ia berkata kepada Simon, "Berdayunglah ke tempat yang dalam, dan tebarkan jalamu untuk menangkap ikan." "Bapak Guru," jawab Simon, "sepanjang malam kami bekerja keras, namun tidak menangkap apa-apa, Tetapi karena Bapak suruh, baiklah; saya akan menebarkan jala lagi." Sesudah mereka melakukan itu, mereka mendapat begitu banyak ikan sampai jala mereka mulai robek. Sebab itu mereka minta tolong kepada teman-teman mereka di perahu yang lain. Teman-teman mereka itu datang lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu penuh dengan ikan sampai perahu-perahu itu hampir tenggelam. (Lukas 5:1-7)
Komitmen terhadap perintah Allah yang sederhana sering menjadi batu loncatan kepada kehidupan penuh berkah yang menakjubkan. Simon Petrus adalah contoh kongkrit dari apa yang terjadi bila kita mau tunduk kepada Allah. Didalam lukas 5:1-11, dikisahkan orang pada berdesak-desakan mengerumuni Yesus yang sedang memberikan ceramah. Yesus berminat menggunakan perahu Petrus sebagai panggung mengajar, agar bisa menjangkau lebih banyak orang di areal pantai, sehingga dia memintanya agar mendorong perahunya sedikit jauh dari pantai.(ayat 3). Suruhan ini sendiri bukan merupakan perintah yang bernilai hebat, tetapi kerelaan Petrus memenuhi perintah yang sederhana dan nampak kecil ini, betul-betul membuka jalan bagi kasih Allah yang berlipat ganda. Melalui ketaatan yang sederhana itu, akhirnya jalan hidup Petrus betul-betul terubah.
Dari peristiwa tersebut kita bisa belajar tentang bagaimana pentingnya taat kepada Allah dalam hal-hal yang kecil. Ketaatan-ketaatan kecil dan sederhana itulah yang mengantarkan diri tertuntun untuk mampu taat pada perintah-perintah yang lebih besar. Jangan meremehkan ketaatan yang kecil, kecil bila dilakukan dengan ketulusan, tidak ada yang kecil bagi Allah.
Dengan ketaatan yang dilakukan Petrus pihak lain, orang-orang yang berkerumun yang mengelilingi Yesus juga memperoleh dampak positif, keuntungan bisa mendengarkan ceramah Yesus dengan lebih nyaman. Ketika Yesus usai mengajar, Ia berkata kepada Simon, "Berdayunglah ke tempat yang dalam, dan tebarkan jalamu untuk menangkap ikan." (ayat 4). Disini adalah kesempatan lain bagi Petrus untuk taat atau tidak, dan tentu Petrus merasa tergoda untuk mengatakan tidak, karena mulai awal sudah menjadi sasaran tembak bagi kepentingan Yesus. Kecenderungan untuk menolak dengan berkata “tidak” itu sangat logis sekali dan bisa diterima oleh nalar, bukankah dia telah menjala ikan sepanjang malam dan tidak menghasilkan, pulang dengan tangan hampa? Kemudian dengan serta-merta disiang bolong Yesus menyuruh untuk menebar jala lagi. Maka Petrus melakukan sedikit protes dengan tetap memberi ruang bagi toleransi atas perintah Yesus, "Bapak Guru," jawab Simon Petrus, "Sepanjang malam kami bekerja keras, namun tidak menangkap apa-apa! Tetapi karena Bapak suruh, baiklah; saya akan menebarkan jala lagi." (ayat 5). Secara logika Simon Petrus lebih ngerti tentang penjalaan, dimana dan kapan saat terbaik untuk menjala. Namun sejarah membuktikan hasil dari ketaatan, setelah bergerak mengikuti perintah untuk menangkap ikan kembali, jalanya penuh dengan ikan bahkan hampir koyak. Perkataan “Ya” kepada perintah kebenaran menghasilkan sebuah keajaiban yang mengubah kehidupan Penjala ikan secara total.
Ketaatan adalah tulang punggung terhadap kesuksesan kehidupan orang beriman, dan ada sejumlah kebenaran yang akan membantu anda memahaminya:
1. Ketaatan pada hal yang kecil adalah langkah penting menuju karunia besar Allah. Bayangkan jika Petrus menjawab, Maaf, saya lagi sibuk membersihkan jala. Saya tidak bisa membantu anda sebab saya akan menjala ikan lagi malam nanti, saya tidak punya waktu.” Atau dia bisa berkata, “Mengapa anda tidak menggunakan perahu yang disana itu?” atau “Saya baru saja pulang dari menjala, sehingga buang-buang waktu saja bila sekarang menebar jala lagi. Petrus bisa saja mengajukan sejumlah alasan. Jika saja dia mengatakan selain Ya, dia akan kehilangan pengalaman ajaib menjala. Tetapi karena ketaatan Petrus, Allah menciptakan sebuah keajaiban yang tak pernah bisa terlupakan.
Sering kali karunia Besar Allah datang sebagai hasil atas ketundukan kita untuk melakukan ketaatan yang nampaknya sangat remeh, sederhana dan tidak begitu penting. Sehingga tanyakan pada diri anda, apakah Allah sesungguhnya telah menyuruh saya, yang bisa saja melalui anak, istri, teman, nurani untuk melakukan sesuatu yang nampaknya tidak begitu penting, remeh tapi sampai detik ini saya belum melakukan sebuah upaya untuk menaatinya? Adakah saya berkilah dengan mengatakan, Itu sulit sekali, tidak mungkin saya bisa, saya tidak mau, ’atau saya sudah berdo’a akan hal itu namun tidak juga saya bisa melakukannya’?
2. Ketaatan kita selalu memberi dampak positif bagi yang lain. Pikirkan, berapa orang yang diuntungkan oleh ketaatan Petrus. Bukan hanya orang yang berkumpul yang bisa melihat dan mendengar Yesus mengajar, tetapi Yesus sendiri juga diuntungkan: mengajar dari perahu bisa memberikan kondisi nyaman karena dapat berbicara sambil duduk. (ayat 3) Kemudian teman-teman Petrus mendapatkan keuntungan besar dengan hasil ikan yang melimpah yang hampir saja membuat perahunya tenggelam. Yang terpenting lagi adalah, mereka punya kesempatan menyaksikan sesuatu yang luar biasa diluar perkiraan manusia.
Allah sering memberikan karunia/keberkahan kepada orang lain, khususnya mereka yang dekat dengan kita, sebagai sebuah dampak dari ketaatan kita. Sehingga, seorang ayah tidak bisa dinilai taat kepada Allah bila tidak ada keberkahan yang melimpah kedalam kehidupan istri dan anak-anaknya. Dan ketaatan seorang anak – sebaliknya – akan memberkahi kehidupan orangtuanya. Seorang suami yang sering menciptakan masalah ketimbang menjadi solusi, sering membuat runyamnya kondisi keluarga, watak kasarnya yang nyaris tak pernah diupayakan untuk berubah menunjukkan tidak terangkatnya noda dosa dari dirinya, yang berarti tidak efetifnya ritual ibadah yang dilakukan selama ini, tidak mampu menangkap bahasa Allah.
3. Ketaatan kepada Allah bisa saja mengharuskan melakukan sesuatu yang nampaknya tidak masuk akal. Petrus yang berpengalaman dalam kariernya sebagai penjala ikan, mengetahui tempat terbaik menebarkan jala dan paham saat dan kondisi kapan menangkap ikan. Lalu Yesus, seorang penceramah dan tukang kayu, mendekati ahli penangkap ikan dan mengatakan, “Mari menangkap ikan.” Petrus tentu berpikir, Dia tentu guru yang hebat, tapi saya kan nelayan. Saya sudah menangkap ikan sepanjang malam tanpa hasil, dan disamping itu kini tengah hari, kemungkinan paling buruk untuk menangkap ikan. Tetapi karena untuk menghargai, Petrus memilih mengikuti saran Yesus (ayat 5) dan hasilnya mengalami kejadian luar biasa.
Ketaatan kita kepada Allah tidak selalu harus didasarkan pada hal-hal yang nyampek ke akal kita atau cocok dengan pemikiran orang pada umumnya. Tapi tidak berarti bahwa Allah itu selalu motong jalan terhadap akal, yang juga merupakan karunia dari-Nya, namun ada saatnya perintah-Nya nampak tidak beralasan atau tidak nyambung dengan ide manusiawi kita.
4. Bila taat kepada Allah, kita tidak pernah dikecewakan. Dengan pengalamannya dalam menjala ikan, Petrus tidak ragu lagi, mempridiksi bahwa perintah Yesus akan banyak membuang waktu, menanti sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Tetapi kenyataannya lain ketika dia menuruti perintah yang simpel, dia begitu dipikat oleh keheranan pada apa yang diberikan Tuhan. Kita – seperti Petrus – harus meyakini bahwa ketaatan pada hal sekecil apapun selalu merupakan keputusan paling bijak. Yesus – dengan izin Allah – mampu mengubah perahu yang kosong menjadi penuh dengan ikan.
Mungkin anda ragu-ragu untuk taat pada hal-hal yang kecil atau tidak begitu memahami dan sadar serta menganggap itu tidak begitu penting atau takut akan konskwensinya, diremehkan, harga diri jatuh. Masak saya seorang ayah harus cuci piring sendiri, masak saya harus bertindak sopan terhadap anak kecil, masak saya harus mau menerima nasehat dari anak saya. Gengsi dong, padahal Allah yang maha kuasa yang selalu mengawasi pergerakan hati dan orbit planet-planet adalah lebih mampu untuk mengendalikan keadaan dari ketaatan anda. Saya tidak mengatakan bahwa taat pasti menghasilkan tepat seperti yang diinginkan; tapi kenyataan, interfensi diri bisa menjadikan keberkahan hilang. Bahkan ketika harapan kita tidak sejalan dengan rencana Allah, itu tidak berarti jalan-Nya mengecewakan; sebaliknya , Allah memilih untuk memberkati ketaatan yang terbukti jauh lebih menguntungkan. Keuntungan, kelezatan, kenikmatan yang diperoleh dari sebuah pelanggaran lebih sering hanya sesaat dan merugikan.
5. Ketaatan memberikan jalan bagi Allah mendemonstrasikan Kuasa-Nya didalam kehidupan kita. Ketidaktaatan bisa menyumbat Kuasa-Nya untuk membantu kehidupan kita. Jika Petrus mengatakan tidak, dia tentu akan kehilangan Kuasa Allah yang membuat imannya melejit dan merupakan awal dari 3 tahun pertama perjalanan iman yang paling menggetarkan. Mengisi hari-hari bersama Yesus, para pengikutnya bisa menyaksikan mukjizat-mukjizat yang lebih hebat lagi dari pada perahu yang dipenuhi ikan, orang buta yang dimelekkan, Lazarus mati yang dihidupkan, dan desakan Yesus, Petrus melangkahkan kakinya keluar dari perahu namun tidak tenggelam. Bagaimana anda berpikir Petrus memberanikan diri meninggalkan perahunya dan berjalan menuju Kristus? Alasannya adalah bahwa Petrus memulai dengan mengatakan “Ya” terhadap perintah sederhana. Setiap Allah membalas satu bentuk ketaatan, iman para sahabat bertumbuh, sampai pada titik keyakinan bahwa Sang Guru tidak hanya – dengan izin Allah – mampu mengendalikan ikan dilaut tetapi juga benar-benar berkuasa atas air itu sendiri.
6. Ketaatan selalu memberikan pemahaman dan pengenalan lebih dalam akan siapa Allah dan siapa diri yang harus diperbaiki. Sebelum peristiwa ikan, Petrus mengenal Yesus sebagai seorang tukang kayu, dan telah juga mendengar bahwa dia pengajar yang hebat. Namun demikian, ketaatan kepadanya telah mengangkat Petrus pada suatu tangga yang memberikan pencerahan baru, kuasa Allah dan kesucian-Nya terhadap alam betul-betul nyata didepan mata melalui penangkapan ikan yang ajaib. Sebaliknya, si penjala ikan betul-betul mampu mengenali akan dosa-dosa dirinya untuk pertama kalinya. (Waktu Simon melihat itu, ia sujud di hadapan Yesus, lalu berkata, "Tinggalkanlah saya, Tuan! Sebab saya orang berdosa!" Lukas 5:8). Bila taat, kita juga, akan menemukan bahwa suatu perubahan sedang berjalan didalam hati kita. Pemikiran kita akan dunia, usaha, hidup, dan segalanya terus terbaharui. Bila ketaatan kita tidak merubah diri kita, berarti ada yang salah dengan ketaatan tersebut. Mungkin tercampuri oleh kesombongan, riya’, sum’ah, yang membekukan keterlibatan Allah, sementara kita tidak sadar atau tidak mau menjelajahi hati yang begitu busuk. Bila hati busuk, tidak dibersihkan maka sebanyak apapun amalan lahiriah, tidak banyak artinya.
7. Ketaatan bisa mengubah secara drastis kehidupan kita. Simon Petrus sangat mungkin ingin beristirahat dari kehidupannya sebagai penjala ikan. Tetapi segalanya berubah dengan satu tindakan ketaatan yang sederhana. Dia, dengan penuh kerelaan, meletakkan jaringnya dan mengubah secara total hidupnya, menjalani sebuah kehidupan baru mengikuti Yesus Kristus.
Allah juga bisa merevolusi kehidupan kita. Bagi kebanyakan orang, ini bisa berarti perubahan karier, areal, yang betul-betul baru, atau lingkungan teman yang berbeda. Apakah anda rela untuk melakukan kehendak yang Allah inginkan, kapan, dan bagaimana Dia menghendaki untuk ditaati? Apakah anda dengan penuh kerelaan mau meninggalkan segalanya demi taat kepada-Nya? mau meninggalkan segala bentuk egoisme, keakuan dan segala tindakan yang berujung kepada egoisme dan keakuan. “Percaya, yakin dan taatlah, sebab tidak ada jalan lain menuju kebahagiaan sejati didalam Allah kecuali percaya dan taat.” Dan ketaatan tetaplah harus dimulai dari hal yang kecil dari diri sendiri dan saat ini. Tidak ada kebahagiaan sebagaimana kebahagiaan yang ada dalam Allah. Tanpa adanya hubungan yang benar dengan Allah, anda tidak akan memperoleh kepuasan, kedamaian dan jaminan yang nyata. Ketundukan dalam hal sekecil apapun tetap merupakan ketaatan dasar, yang menjadi tangga untuk taat yang lebih besar. Bila tidak bisa taat dalam hal yang kecil tentu tidak akan taat dalam hal yang besar. Apa mungkin kita bisa menaiki sebuah tangga-tangga jika tangga paling kecil, bawah tidak dilewati dulu?
Untuk menjadi manusia beriman yang taat, yang betul-betul tunduk kepada kebenaran, kita harus memulainya dengan taat pada setiap aspek kecil kehidupan kita, seperti taat dalam menyuruh anak, memberitahu, menempatkan sandal, menepati janji dan omongan kepada anak kecil, tidak menang sendiri dalam setiap permasalahan, tidak membuat anak takut menyampaikan permasalahannya. Menjadikan anak-anak nyaman dan aman ketika menyampaikan persoalan yang dihadapi. Bagaimanapun perubahan dari diri sendiri merupakan pilihan tidak terelakkan bagi yang ingin menang, pertumbuhan iman akan terjadi setelah adanya perubahan, sebelum itu tidak ada.
Keberatan seorang anak menyampaikan persolaannya menunjukkan adanya ototriter kita, sok kuasa kita dan kesombongan kita. Jika anda tidak mengatakan “Ya” kepada perintah yang kecil dari-Nya, anda tidak akan pernah mengenali seperti apa warna kehidupan kita nanti - atau akan bagaimana indahnya karunia Allah menjadi milik anda jika saja anda taat kepada Allah. Seberapa beratnya resiko jika hasilnya kemenangan pasti?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment